Petani Tangguh Hadapi Iklim, Pemerintah Perkuat Dukungan

Selasa, 10 Juni 2025 | 12:04:46 WIB
Petani Tangguh Hadapi Iklim, Pemerintah Perkuat Dukungan

JAKARTA – Petani di berbagai wilayah Indonesia kini menghadapi tantangan serius akibat cuaca ekstrem yang diprediksi akan berlangsung hingga akhir Juni 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa hujan lebat berpotensi terjadi di sejumlah daerah, dipicu oleh lima fenomena atmosfer yang tengah aktif secara bersamaan.

Dalam keterangan resmi, BMKG menjelaskan bahwa kondisi cuaca ini disebabkan oleh kombinasi dari gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, Low Frequency, Equatorial Rossby, serta pengaruh bibit siklon tropis 92W dan sirkulasi siklonik. Kombinasi kelima fenomena ini meningkatkan potensi pembentukan awan konvektif yang menyebabkan hujan intensitas tinggi di berbagai wilayah.

“Beberapa wilayah diperkirakan masih akan dilanda hujan lebat hingga akhir Juni. Kondisi ini berpotensi memicu bencana hidrometeorologi dan berdampak pada sektor pertanian,” demikian peringatan BMKG dalam siaran resmi, Selasa, 10 Juni 2025. 

Petani Alami Dampak Langsung: Terlambat Tanam hingga Gagal Panen

Cuaca ekstrem yang berlangsung dalam beberapa pekan terakhir telah berdampak langsung pada aktivitas pertanian. Di sejumlah daerah, petani mengaku kesulitan menyesuaikan jadwal tanam karena curah hujan tinggi yang tidak terduga. Tak sedikit pula yang mengalami kerugian akibat tanaman rusak bahkan mati.

“Bagi petani, perubahan cuaca bukan sekadar data statistik, tetapi kenyataan di lapangan. Curah hujan tinggi membuat petani kesulitan menanam, atau gagal panen karena tanaman terendam air terlalu lama,” ujar salah satu petani di kawasan Jawa Tengah.

Tanaman yang sudah sempat tumbuh pun mengalami perlambatan pertumbuhan atau terkena penyakit akibat kelembapan berlebih dan kurangnya asupan cahaya matahari.

Dampak Ganda Hujan Lebat: Manfaat dan Risiko

Hujan memang memiliki dua sisi bagi sektor pertanian. Di satu sisi, hujan memberikan pasokan air yang melimpah, terutama bagi sawah-sawah tadah hujan yang sangat bergantung pada curah hujan. Namun di sisi lain, intensitas hujan yang terlalu tinggi dan berlangsung lama justru merendam lahan pertanian, memicu penyakit tanaman, dan merusak produktivitas secara keseluruhan.

Tanaman hortikultura seperti brokoli, cabai, terong, selada, jagung, bahkan tanaman hias seperti kaktus tidak cocok ditanam di musim hujan panjang karena sangat sensitif terhadap kelembapan tinggi. Tanaman-tanaman ini cenderung membusuk dan gagal tumbuh optimal.

Pemerintah Harus Hadir, Jangan Biarkan Petani Sendirian

Melihat situasi ini, seruan agar pemerintah hadir secara aktif dalam membantu petani kembali menggema. Pemerintah pusat maupun daerah diminta tidak membiarkan petani berjalan sendiri menghadapi risiko cuaca yang semakin tak menentu.

“Pemerintah harus memastikan petani mendapatkan informasi cuaca secara berkala dan memahami bagaimana menyikapi kondisi iklim yang berubah. Tidak cukup hanya prediksi, perlu juga solusi konkret,” tegas pernyataan dalam rekomendasi pertanian berkelanjutan.

Salah satu bentuk intervensi yang dibutuhkan adalah kerja sama antara BMKG, Kementerian Pertanian, dan pemerintah daerah untuk menyosialisasikan prediksi cuaca jangka pendek dan menengah secara aktif kepada komunitas petani. Informasi ini penting untuk membantu petani menentukan waktu tanam, jenis tanaman yang sesuai, dan strategi mitigasi jika terjadi bencana iklim.

Solusi Adaptif: Sistem Pertanian Tangguh Iklim

Langkah antisipatif sangat dibutuhkan dalam menghadapi iklim yang makin tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk memperluas implementasi sistem pertanian adaptif, di mana petani dilatih untuk:

Menggunakan varietas tanaman yang tahan cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, atau fluktuasi suhu;

Memastikan fungsi saluran irigasi dan drainase berjalan optimal;

Melakukan pengairan teratur dan bertanggung jawab saat musim tidak menentu;

Menyusun jadwal tanam fleksibel berdasarkan pantauan cuaca terbaru;

Melakukan diversifikasi komoditas agar risiko kerugian bisa ditekan.

“Petani perlu didorong untuk menggunakan varietas tanaman yang adaptif dan tahan terhadap perubahan iklim. Ini akan meningkatkan ketahanan pangan meskipun dalam kondisi cuaca yang tidak bersahabat,” terang pengamat pertanian.

Peran Kementerian Pertanian: Bimtek dan Pendampingan Intensif

Kementerian Pertanian juga diharapkan turun tangan lebih aktif melalui bimbingan teknis (bimtek) dan pendampingan lapangan di daerah rawan cuaca ekstrem. Hal ini penting untuk memastikan petani tidak hanya mengetahui risiko, tetapi juga memahami strategi untuk menghadapinya secara teknis dan praktis.

Pelatihan tersebut dapat meliputi teknik budidaya ramah iklim, pemanfaatan teknologi pertanian cerdas berbasis cuaca, serta penggunaan sistem peringatan dini. Kementerian juga diminta untuk menyediakan bantuan benih, pupuk, dan alat pertanian yang sesuai dengan kondisi lingkungan terkini.

Masa Depan Pertanian di Tengah Krisis Iklim

Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya membangun sektor pertanian yang resilien (tangguh) terhadap iklim. Krisis iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan realitas saat ini. Petani sebagai garda terdepan ketahanan pangan harus dibekali dengan pengetahuan dan sumber daya agar tetap produktif di tengah tantangan yang ada.

“Kita tidak bisa berharap hasil panen maksimal jika petani tidak diberikan informasi dan solusi. Pemerintah harus hadir, aktif, dan responsif,” demikian penekanan dalam analisis sektor pertanian nasional.

Cuaca ekstrem yang dipicu oleh kombinasi fenomena atmosfer hingga pertengahan tahun ini menjadi tantangan nyata bagi petani Indonesia. Pemerintah diminta tidak tinggal diam, melainkan aktif hadir mendampingi petani melalui prediksi cuaca, edukasi, dan dukungan teknis.

Jangan biarkan petani berjalan sendiri. Saat iklim menjadi semakin sulit diprediksi, kebijakan yang adaptif dan kerja sama lintas sektor menjadi satu-satunya jalan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB