Kamis, 02 Oktober 2025

Regulasi Pembatasan Gawai Anak Mendesak, KemenPPPA Angkat Bicara

Regulasi Pembatasan Gawai Anak Mendesak, KemenPPPA Angkat Bicara
Regulasi Pembatasan Gawai Anak Mendesak, KemenPPPA Angkat Bicara

JAKARTA - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, kekhawatiran terhadap dampaknya bagi anak-anak semakin menguat. Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menilai bahwa saat ini Indonesia memerlukan regulasi khusus untuk membatasi penggunaan gawai oleh anak-anak, demi melindungi mereka dari risiko yang mengintai di dunia maya.

Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Ratna Susianawati, menegaskan bahwa keberadaan regulasi tersebut menjadi semakin mendesak. Hal ini bukan semata-mata soal pembatasan akses, tetapi lebih kepada perlindungan anak dari dampak negatif penggunaan teknologi digital

"Pembatasan gadget itu menjadi penting," ujarnya dalam sebuah media talk di Jakarta, Rabu (1 Oktober 2025).

Baca Juga

Kilang Dumai Terbakar, Tim Pemadam Fokus Selamatkan Unit

Memperkuat Peraturan yang Sudah Ada

Ratna menjelaskan bahwa peraturan pembatasan penggunaan gawai diharapkan menjadi pelengkap dan penguat terhadap regulasi yang sudah ada, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Daring dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Meski begitu, ia mengakui bahwa membuat aturan pembatasan gawai bagi anak tidaklah mudah. Indonesia memiliki keragaman sosial, ekonomi, dan budaya yang luas, sehingga penerapannya perlu melalui proses yang matang.

“Diperlukan kajian mendalam dan komprehensif dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga serta partisipasi masyarakat sebelum regulasi semacam itu diterbitkan,” tambahnya.

Ancaman Kekerasan Digital Terus Meningkat

Urgensi pembentukan regulasi ini semakin jelas jika melihat data kekerasan terhadap anak di ranah digital. Akses internet tanpa pengawasan kini menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada anak.

Menurut hasil Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SPHAR), 4 dari 100 anak diketahui mengakses ruang digital yang berpotensi mengarah pada kekerasan seksual. Angka ini menunjukkan bahwa ruang daring tidak lagi sepenuhnya aman bagi anak-anak.

Tak hanya itu, data KemenPPPA juga mencatat kenaikan hingga 30 persen jumlah anak yang mengakses internet pada tahun 2023. Sekitar 74,25 persen anak menggunakan internet untuk berbagai tujuan, mulai dari hiburan, jejaring sosial, belajar daring, hingga belanja online.

Minimnya Pendampingan, Anak Rentan Terpapar Konten Negatif

Salah satu persoalan utama yang disoroti KemenPPPA adalah minimnya pendampingan dan edukasi yang diterima anak saat berselancar di dunia maya. Banyak anak yang tidak mendapatkan bimbingan dari orang tua atau pihak dewasa saat mengakses konten digital.

Kondisi tersebut membuat mereka rentan terpapar konten negatif seperti pornografi, yang tidak hanya menimbulkan ketergantungan (adiksi), tetapi juga dapat mengubah perilaku anak menjadi pelaku kekerasan seksual. Fenomena ini menjadi alarm serius bagi semua pihak akan pentingnya peran pengawasan dalam aktivitas digital anak.

Strategi Pencegahan dan Penanganan

Dalam menghadapi situasi ini, KemenPPPA terus melakukan langkah-langkah strategis untuk melindungi anak dari penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi. Upaya tersebut mencakup beberapa aspek penting:

Pencegahan: memperkuat program edukasi dan literasi digital agar anak, orang tua, dan guru lebih memahami risiko di dunia maya.

Penanganan: memastikan adanya mekanisme respons cepat terhadap kasus penyalahgunaan teknologi yang melibatkan anak.

Penguatan Layanan: menyediakan layanan yang efektif bagi anak korban kekerasan daring.

“Penguatan layanan bagi anak korban penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi,” tegas Ratna.

Peran Kolaboratif Pemangku Kepentingan

Ratna menekankan bahwa regulasi pembatasan penggunaan gawai tidak akan efektif tanpa dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, industri teknologi, dan terutama orang tua perlu berkolaborasi aktif dalam menciptakan ruang digital yang aman bagi anak.

Kolaborasi ini juga diharapkan dapat mempercepat proses penyusunan regulasi pembatasan gawai, sehingga aturan tersebut tidak hanya bersifat normatif tetapi juga implementatif. Dukungan masyarakat luas menjadi faktor penting dalam memastikan keberhasilan penerapan regulasi tersebut.

Pembelajaran dari Negara Lain

Ratna menambahkan, sejumlah negara telah lebih dulu menerapkan aturan pembatasan penggunaan gawai untuk anak-anak, seperti pembatasan waktu penggunaan harian, pembatasan akses terhadap aplikasi tertentu, atau bahkan larangan penggunaan gawai di sekolah. Namun, pendekatan tersebut tidak bisa serta-merta diadopsi secara langsung di Indonesia mengingat kondisi sosial dan budaya yang berbeda.

Itulah sebabnya, proses penyusunan regulasi perlu mempertimbangkan konteks lokal serta kebiasaan masyarakat agar aturan tersebut dapat diterapkan secara efektif dan tidak menimbulkan resistensi.

Tingginya angka penggunaan internet oleh anak dan meningkatnya risiko kekerasan digital menegaskan pentingnya regulasi pembatasan gawai di Indonesia. Meski tidak mudah, langkah ini menjadi kebutuhan mendesak demi perlindungan generasi muda dari ancaman dunia digital yang semakin kompleks.

KemenPPPA kini mendorong berbagai pihak untuk terlibat aktif dalam penyusunan regulasi tersebut. Dengan adanya aturan yang jelas, diharapkan anak-anak dapat mengakses teknologi secara sehat, aman, dan produktif, tanpa kehilangan hak mereka untuk belajar dan berkembang di era digital.

Aldi

Aldi

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Danantara Ajukan Patriot Bond ke OJK, Target Rp50 Triliun

Danantara Ajukan Patriot Bond ke OJK, Target Rp50 Triliun

Danantara Tinjau Restrukturisasi Krakatau Steel, Butuh Rp8,3 Triliun

Danantara Tinjau Restrukturisasi Krakatau Steel, Butuh Rp8,3 Triliun

Asia Investment Capital Akan Akuisisi Mayoritas Saham SOFA

Asia Investment Capital Akan Akuisisi Mayoritas Saham SOFA

PNM Dorong Literasi Anak Melalui TBM Kolong Ciputat

PNM Dorong Literasi Anak Melalui TBM Kolong Ciputat

Transformasi Kementerian BUMN Jadi Badan Pengatur Nasional

Transformasi Kementerian BUMN Jadi Badan Pengatur Nasional